Sanggar Seni RKBM CImahi

Sanggar Seni RKBM

Kotak Pencarian

Rumah Kreatif Bunda Mei Headline Animator

Wednesday 30 April 2014

Resume Seminar Parenting



Sedikit oleh-oleh dari Seminar Parenting "Smart Parents Smart Children" yang diadakan Has Darul Ilmi 12 April 2014.
Materi yang sangat bagus untuk para orang tua yang diberikan oleh Bunda Kurnia Widhiastuti dari Sygma Parenting Community.

Tidak terasa, sebenarnya waktu kita untuk mendidik anak itu sangatlah singkat.
Saat anak balita, beranjak sekolah, kemudian sekolah ditempat jauh, saat anak waktunya kuliah di kota lain, saat ia menikah...
Sangat singkat Bunda!
Gunakanlah waktu sebaik-sebaiknya untuk menanamkan hal baik ke anak, karena tidak terasa, itu akan segera berlalu.

Waktu berharga pengasuhan anak:

-   7 tahun pertama (0-7 tahun):
Perlakukan anakmu sebagai raja.
Zona merah - zona larangan
jangan cuma bisa bilang "jangan", jangan marah-marah, jangan banyak larangan, jangan rusak jaringan otak anak.
Pahamilah bahwa posisi anak yang masih kecil, saat itu yang berkembang otak kanannya.
-   7 tahun kedua (7-14 tahun):
Perlakukan anakmu sebagai pembantu atau tawanan perang.
Zona kuning - zona hati-hati dan waspada.
Latih anak-anak mandiri untuk mengurus dirinya sendiri, mencuci piring, pakaian, setrika, dll.
Banyak pelajaran berharga dalam kemandirian yang bermanfaat bagi masa depannya.
-   7 tahun ketiga (14-21 tahun):
Perlakukan anak seperti sahabat.
Zona hijau - sudah boleh jalan.
Anak sudah bisa dilepas untuk mandiri. Mereka sudah bisa dilepas sebagai duta keluarga.
-   7 tahun keempat (21-28 tahun):
Perlakukan sebagai pemimpin.
Zona biru - siap terbang.
Siapkan anak untuk menikah.
Pada masa anak-anak yang berkembang otak kanannya. Otak kiri berkembang saat usianya menjelang 7 tahun. Anak perempuan keseimbangan otak kanan dan kirinya lebih cepat. Sedangkan anak laki lebih lambat. Keseimbangan otak kanan dan kiri pada anak laki-laki baru tercapai sempurna di usia 18 tahun, sedangkan anak perempuan sudah cukup seimbang otak kanan dan kirinya di usia 7 tahun.
Ternyata ada rahasia Allah mengapa diatur seperti itu.

Laki-laki dipersiapkan untuk jadi pemimpin yang tegas dalam mengambil keputusan. Untuk itu, jiwa kreatifitas dan explorasinya harus berkembang pesat. Sehingga pengalaman itu membuatnya dapat mengambil keputusan dengan tenang dan tepat.

Sementara perempuan dipersiapkan untuk jadi pengatur dan manajer yang harus penuh keteraturan dan ketelitian.

Untuk memberi intruksi pada anak, gunakan suara Ayah. Karena suaranya bas, empuk dan enak di dengar.

Kalau suara Ibu memerintah, cenderung melengking seperti biola salah gesek. Itu bisa merusak sel syaraf otak anak. 250rb sel otak anak rusak ketika dimarahin.

Solusinya, Ibu bisa menggunakan bahasa tubuh atau isyarat jika ingin memberikan instruksi.
Suara perempuan itu enak didengar jika digunakan dengan nada sedang. Cocok untuk mendongeng atau bercerita.

Cara berkomunikasi yang efektif dengan anak:
1. Merangkul pundak anak sambil ditepuk lembut.
2. Sambil mengelus tulang punggung anak hingga ke tulang ekor.
3. Sambil mengusap kepala.

Dengan sentuhan ada gelombang yang akan sampai ke otak anak sehingga sel-sel cintanya tumbuh subur.

Demikian sedikit oleh-olehnya mudah-mudahan bisa bermanfaat....

Anak-anak Bukan Kertas Kosong



Di dalam model pendidikan sekolah yang dijalankan saat ini, salah satu asumsi filosofis yang menjadi landasannya adalah teori tabula rasa. Tabula rasa berasal dari bahasa Latin, artinya kertas kosong. Tabula rasa merujuk pada teori yang menyatakan bahwa anak-anak terlahir tanpa isi, dengan kata lain kosong. Teori ini dipengaruhi oleh pemikiran John Locke, dari abad 17.
Dalam pandangan saya, teori yang memandang anak-anak sebagai sebuah kertas kosong adalah sangat reduktif. Hal ini mengakibatkan sentral proses belajar (pendidikan) bukan terletak pada anak, tetapi pada orang dewasa. Sadar tidak sadar, anak-anak dikondisikan pasif (karena mereka hanya sebuah kertas kosong yang harus diisi).
Pengetahuan tentang teori tabula rasa ini menjelaskan fenomena anak-anak sekolah yang pasif dan kegiatan utama belajar yang berpusat pada guru dan fokusnya adalah mengajar (mengisi kertas kosong). Keterlibatan anak tak dianggap terlalu penting, apalagi pendapat dan inisiatif anak. Kalaupun ada, semua itu hanya bersifat suplemen untuk kegiatan utama tadi, yaitu mengisi pada anak-anak.
Lebih repot lagi, pandangan tentang ìkertas kosongî itu terbawa terus dalam pendidikan, walaupun siswa sudah setingkat SMA. Proses belajar tingkat SMA sama saja dengan tingkat SD, seperti menulisi kertas kosong dan anak-anak memperlakukan dirinya seperti kertas kosong (alias pasif). Itulah model belajar yang diketahui dan diyakini kebenarannya, baik oleh guru maupun siswa.
Terus, proses belajar dengan cara ìmenulisi kertas kosongî itu berlanjut hingga tingkat perguruan tinggi. Dosen mencari cara gampang yaitu hanya mengajar (knowledge transfer). Dosen malas untuk berdiskusi. Mahasiswa juga tak mau repot melakukan riset dan belajar sebelum masuk kelas.
Lalu, sampai kapan kertas kosong itu berisi?

Alternatif tabula rasa adalah memandang anak sebagai individu dengan segala sifatnya. Memang ada bagian individu pada anak-anak yang belum berkembang seperti orang dewasa. Tetapi, individu itu bukan kertas kosong yang pasif menerima apapun pengaruh dari lingkungannya.
Ketika kita memandang anak sebagai individu, itu akan membuat proses pendidikan yang kita lakukan berbeda dibandingkan jika kita memandang anak sebagai kertas kosong. Dengan memandang anak sebagai individu, kita lebih melibatkan anak dalam proses pendidikan untuk dirinya sendiri; kita mendengarkan dan memperhatikan pendapat mereka serta menjadikannya sebuah hal yang penting dalam proses pendidikan anak.
Karena sudut pandang itu, saya lebih setuju dengan pandangan Robert T. Kiyosaki (yang berakar dari pemikiran Plato) yang menyatakan bahwa esensi pendidikan itu adalah mengeluarkan (potensi), bukan mengisi anak dengan potongan-potongan informasi.

Jika kita memandang esensi pendidikan adalah sebuah proses mengeluarkan (potensi anak) bukan mengajar (pengetahuan dan informasi), maka kita akan memiliki model pendidikan yang berbeda sama sekali dari yang sekarang ada di sekolah-sekolah. 

Semoga bermanfaat.


Monday 21 April 2014

Dokumentasi Ujian Tari Kreasi Daerah Kelas VI - SDS Kartika XIX-5 Tahun 2014

Kelompok Tari Sajojo - Papua bersama para guru & Kepala sekolah

Kelompok Tari Kreasi Topeng Sunda - Jawa Barat bersama para guru & Kepala Sekolah

Kelompok Tari Kreasi Daerah Bungong Jeumpa - Aceh bersama para guru & Kepala sekolah

Bersama Sanggar Seni RKBM -2014