10 Cara Menemukan Anak yang Berbakat
Gizi yang baik, lingkungan yang penuh rangsangan dan orang tua yang
demokratis membuka kesempatan bagi lahirnya anak-anak berbakat. Tapi
apakah anak-anak kita memang berbakat? Apa ciri-cirinya? Bagaimana
mengenalinya?
Pertama, apakah Anda
sendiri atau pasangan Anda berbakat? Apakah ada satu atau lebih
kakak/adik/ipar Anda yang berbicara lebih dini dari usianya saat di
bawah 3 tahun? Bisa menunjukkan jalan pulang ke rumah dengan mudah?
Memiliki ingatan setajam gambar? Kalau ya, maka tendensi itu akan turun
ke anak-anak Anda juga.
Kedua, kelewat sensitif.
Mudah menangis, mudah terharu, gampang tersinggung, mudah terbangun
dari tidur akibat suara yang biasa saja adalah ciri-ciri awal anak
berbakat. Bahkan anak yang terkena iritasi akibat label baju di
tengkuknya, atau sambungan tebal di kaos kakinya, menunjukkan anak itu
berbakat.
Ketiga, skor test IQ di
atas 125. Hanya saja membutuhkan tes terpisah untuk menemukan bakat
sesungguhnya, serta test IQ tidak bisa dilakukan untuk anak dengan umur
di bawah 9 tahun karena tidak akan akurat.
Keempat, dalam kehidupan
sehari-hari anak itu memiliki ciri-ciri memberi perhatian, amat jeli,
teliti dalam taraf yang kelewatan, menunjukkan rasa ingin tahu yang
besar, ingatan tajam, fokus untuk waktu lama, mudah belajar dengan
sedikit pengulangan saja, serta bisa memberikan alasan kuat untuk segala
tindakan dan ucapannya.
Kelima, dalam penguasaan
bahasa, anak yang berbakat cenderung lebih maju kosakatanya daripada
anak sebayanya, memulai aktivitas membaca pada usia dini, selalu
bertanya, “Bagaimana kalau…” atau “Kenapa bukan…”. Ia juga
memperlihatkan kemampuan untuk membaca cepat dan menjangkau topik yang
luas.
Keenam, Secara emosi dan
sosial, ia tertarik pada topik-topik yang tidak lazim, seperti apa itu
kematian, ke mana orang sesudah mati, mengapa orang mati membusuk dan
lain sebagainya. Secara kepekaan, anak seperti ini biasanya sangat
sensitif dan secara fisik mudah diprovokasi untuk melakukan kegiatan
luar ruangan.
Ketujuh, anak seperti
ini juga memiliki selera humor yang baik, bahkan sampai ke level bisa
mentertawakan diri sendiri, sama seperti orang dewasa. Ia juga biasanya
perfeksionis, maunya semua tersusun, terpola dan selesai dengan
sempurna. Anak semacam ini selalu penuh energi, tidak mudah lelah dan
gampang menyesuaikan diri serta dekat dengan orang-orang dewasa.
Kedelapan, ia bisa
berpikir abstrak, misalnya relasi kekeluargaannya yang rumit seperti
sepupu atau ipar atau orangtua dari nenek. Pendeknya yang tidak
berkaitan langsung dengan dirinya, itu sudah abstrak. Ia juga bisa
memahami kerangka waktu di masa lampau dan masa depan, misalnya “waktu
ayah masih kecil…”.
Kesembilan, ia mampu
menggambar, atau membangun sesuatu dengan kompleks dan pola yang tidak
biasa, misalnya dengan medium balok, crayon, cat air, gambar, pasir,
tanah liat dan sebagainya.
Terakhir Kesepuluh, ada
beda yang jelas antara anak berbakat dan anak cerdas. Anak berbakat
cenderung pembosan, gemar main, tidak suka belajar karena sudah tahu
jawabannya dan bahkan kelewat kritis sehingga mempertanyakan jawaban
yang sudah ada. Anak cerdas suka belajar, mendengarkan dengan baik, bisa
menjawab pertanyaan dengan baik, memberi perhatian dan menyukai berada
di kisaran usia yang sama. Anak berbakat cenderung memberontak, agak
malas, maunya menang sendiri, suka mempertanyakan kemapanan, tidak suka
belajar, unggul dalam test multiple choice karena ia cenderung menebak, tapi ia juga kritis terhadap dirinya sendiri.
Perlu diingat bahwa anak berbakat atau
anak cerdas tak musti berhubungan erat dengan kesuksesan dalam hidup.
Kalau salah didik, ya ia bisa menjadi kriminal yang cerdas dan berbakat.
Di sekolah-sekolah, anak berbakat cenderung diabaikan atau tidak
teridentifikasi sebab biasanya mereka pembuat rusuh, lari ke sana ke
mari, cenderung malas dan dengan standar sekolah umumnya digolongkan
sebagai anak yang tidak mampu sekolah. Tidak jarang mereka dikata-katai
guru sebagai anak nakal, calon penjahat, gak bakal lulus, tidak naik
kelas dan lain sebagainya.
Hal-hal itu secara sosial justru makin
menjauhkan mereka dari sekolah. Selain itu, anak-anak dari kelas sosial
yang lebih miskin dan anak-anak dari kelompok minoritas secara ras, suku
dan agama biasanya juga tidak lolos dalam penyaringan anak berbakat
yang dilakukan di sekolah-sekolah. Itu karena sekolah secara umum
mencari anak yang duduk manis, duduk di bangku paling depan dan tidak
membantah ibu gurunya.
sumber: ompundaru.wordpress.com